PENDIDIKAN DAN
MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan bertalian dengan trasmisi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya
kepada generasi muda. Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya
bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya.
Hampir semua yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain
di rumah, di sekolah, di tempat bermain, di pekerjaan dan sebagainya.
Dalam pengertian ini pendidikan
dimulai dengan interaksi pertama individu itu dengan anggota masyarakat
lainnya. Dalam masyarakat primitif tidak ada pendidikan formal yang tersendiri.
Setiap anak harus belajar dari lingkungan sosialnya dan harus menguasai
sejumlah kekuatan yang dibutuhkan pada saatnya tanpa adanya guru tertentu yang
bertanggung jawab atas kelakuannya. Juga dalam masyarakat yang maju kebanyakan
kebiasaan dan pola kelakuan yang pokok dalam kebudayaan dipelajari melalui
proses pendidikan atau sosialisasi informal. Bahasa, kebiasaan makan, dan
kepribadian fundamental sebagian besar diperoleh melalui pendidikan tak formal.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka untuk memudahkan
pembahasan, kami buat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian dari masyarakat?
2. Bagaimanakahproses
terbentuknya masyarakat?
3. Bagaimanakah
hubungan antara pendidikan dengan masyarakat?
C.
Tujuan
Pembahasan
Tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah agar mahasiswa/pembaca tahu tentang:
1. Pengertian
masyarakat.
2. Proses
terbentuknyamasyarakat.
3. Hubungan
antara pendidikan dengan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Masyarakat
Istilah “masyarakat” kerap dipadankan dengan istilah
“sosial”. Istilah “masyarakat” sendiri pada mulanya berasal dari kata syarikat dalam
bahasa Arab, kemudian mengalami proses kebahasaan sedemikian rupa sehingga
dalam bahasa Indonesia menjadi kata “serikat” yang kurang-lebih berarti
“kumpulan” atau “kelompok yang saling berhubungan”.1 Sedang,
istilah “sosial” berasal dari bahasa Latin, socius yang
berarti “kawan”.2 Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka
mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.
Banyak para ahli telah memberikan pengertian tentang
masyarakat. Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu
kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir tentatang diri
mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda.3
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu
sistem yang meliputi unit biofisik para individu yang bertempat tinggal pada
suatu daerah geografis tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu
generasi. Dalam sosiology suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran
kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi.4
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas
tampak bahwa pendapat Znaniecki tersebut memunculkan unsur baru dalam
pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat
tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan
kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat
bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi berkumpul secara
sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi, manusia dengan
lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh
konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.
Alvin L. Bertrand (1980) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu
kelompok yang sama identifikasinya, teratur sedemikian rupa di dalam
menjalankan segala sesuatu yang diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis.
Lebih lanjut Bertrand menyebutkan tiga ciri masyarakat; Pertama pada
masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar.
Kedua individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan
kerjasama diantara mereka, minimal pada suatu tingkatan interaksi. Ketiga
hubungan individu-individu sedikit banyak harus permanen sifatnya.5
Dari beberapa pengertian di atas ada dua hal yang
perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan
masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang
berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama
atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok
yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah
masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang
berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka
berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.
B.
Proses Terbentuknya
Masyarakat
Proses
terbentuknya suatu masyarakat biasanya berlangsung tanpa disadari yang diikuti
oleh hampir sebagian besar anggota masyarakat. Dorongan manusia untuk
bermasyarakat antara lain:
1. Pemenuhan
kebutuhan dasar biologis, seperti papan (tempat tinggal), sandang, dan
pangan yang penyelenggaraannya akan lebih mudah dilaksanakan dengan kerja
sama dari pada usaha perorangan.
2. Kemungkinan
untuk bersatu dengan manusia lain (bermasyarakat).
3. Keinginan
untuk bersatu dengan lingkungan hidupnya.
4. Dengan
memasyarakat kemungkinan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi
kekuatan alam, binatang dan kelompok lain lebih besar.
5. Secara
naluriah manusia mengembangkan keturunan melalui keluarga yang merupakan
kesatuan masyarakat yang terkecil.
6. Manusia
mempunyai kecenderungan sosial, yaitu seluruh tingkah laku yang berkembang
akibat interaksi sosial atau hubungan antar manusia. Dalam hidup bermasyarakat,
kebutuhan dasar kejiwaan ingin tahu, meniru, dihargai, menyatakan rasaharu
dan keindahan, serta memuja tertampung dalam hubungan antar manusia,
baik antar individu maupun kelompok.
Perdebatan
sekitar lahir dan terbentuknya masyarakat telah berlangsung semenjak era Plato.
Kala itu, Plato yang berkeyakinan bahwa masyarakat terbentuk secara kodrati,
berseberang-pandang dengan kaum sofis yang berargumen bahwa masyarakat
merupakan bentukan manusia.6 Dapatlah ditilik, pandangan Plato
lebih bersifat metafisik dan mengawang, sedang kaum sofis ilmiah-rasional.Dalam
hal ini, kiranya pembahasan mengenai sejarah terbentuknya masyarakat lebih
dititikberatkan pada pandangan kaum sofis mengingat sifatnya yang
ilmiah-rasional.
Merujuk pada
perspektif terbentuknya masyarakat melalui “manusia” (antroposentris), ditemui
bahwa pada mulanya individu yang berlainan jenis bertemu satu sama lain,
kemudian membentuk keluarga. Lambat laun, entitas keluarga kian berkembang
sehingga membentuk “keluarga besar” atau “suku”. Pada tahapan berikutnya, suku
kian berkembang dan terbentuklah “wangsa”. Selanjutnya, wangsa-wangsa dengan
ciri fisik dan kebudayaan yang sama membentuk “bangsa”. Tahapan termutakhir
dari proses tersebut adalah lahirnya “negara-bangsa” sebagaimana kita temui
saat ini.7
Menurut
Kimmel and Aronson, masyarakat tidak sekonyong-konyong ada. Masyarakat sengaja
diciptakan baik melalui metode bottom-up maupun up-to-bottom. Individu-individu
dan lembaga-lembaga di dalam masyarakat saling berinteraksi satu sama lain yang
menyebabkan masyarakat juga dikatakan sebagai sekumpulan interaksi sosial yang
terstruktur. Terstruktur diartikan bahwa setiap tindakan individu ketika
berinteraksi dengan sesamanya tidaklah terjadi bergerak di ruang vakum karena
terjadi dalam konteks sosial. Misalnya, interaksi tersebut berlangsung di dalam
komunitas keluarga, kelompok keagamaan, hingga negara. Masing-masing konteks
membutuhkan perilaku yang spesifik, berbeda-beda. Namun, keseluruhan interaksi
tersebut diikat oleh norma serta dimotivasi oleh nilai-nilai yang diakui secara
bersama. Kata sosial mengacu pada fakta bahwa tidak ada individu dalam
masyarakat yang hidup sendiri. Individu selalu hidup di dalam keluarga,
kelompok, dan jaringan. Kata interaksi mengacu pada cara berperilaku disaat
berhubungan dengan orang lain. Akhirnya, dapat dikatan bahwa masyarakat diikat
melalui struktur sosial. Perilaku hubungan ini berbeda antara masyarakat satu
dengan masyarakat lain.8
Sejalan dengan pemahaman masyarakat diatas maka menurut teori sibernetiknya
tentang General System Of Action
(Ankie M.M.. Hoogvelt : 1985) menjelaskan bahwa suatu masyarakat akan dapat
dianalisis dari sudut syarat-syarat fungsionalnya yaitu: Pertama, Fungsi
mempertahankan pola (Pettern Maintenance). Fungsi ini berkaitan dengan
hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem kebudayaan.
Hal itu berarti mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat, oleh
kerena diorientasikan realitas yang terakhir; Kedua, Fungsi integrasi mencakup
jaminan terhadap koordinasi yang diperlukan antara unit-unit dari suatu sistem
sosial, khususnya yang berkaitan dengan kontribusinya pada organisasi dan peranannya
dalam keseluruhan sistem; Ketiga, Fungsi pencapaian tujuan (Goal Attaindment)
yakni berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial
dengan sub sistem aksi kepribadian. Fungsi ini menyangkut penentuan
tujuan-tujuan yang sangat penting bagi masyarakat, mobilisasi warga masyarakat
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut; Keempat,
fungsi adaptasiyakni berkenaan
dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub sistem
organisme perilaku dan dengan dunia fisik organik. Hal ini secara umum
menyangkut penyesuaian masyarakat terhadap kondisi-kondisi dari lingkungan
hidupnya.9
C. Hubungan
antara Pendidikan dengan Masyarakat
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari
masyarakat,karena apabila kita sadari arti pendidikan sebagai prosestransmisi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan danaspek-aspek kelakuan lainnya
kepada generasi muda maka seluruhupaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh
kekuatan-kekuatanmasyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajarimerupakan
hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah,sekolah, tempat permainan,
pekerjaan dan sebagainya. Wajar pula apabila segalasesuatu yang kita ketahui
adalah hasil hubungantimbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk
olehmasyarakat kita.Bagi masyarakat sendiri, hakikat pendidikan sangat
bermanfaatbagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agarmasyarakat itu
dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepadaanggota mudanya harus diteruskan
nilai-nilai, pengetahuan, keterampilandan bentuk tata perilaku lainnya yang
diharapkan akandimiliki oleh setiap anggota. Setiap masyarakat berupaya meneruskankebudayaannya
dengan proses adaptasi tertentu sesuaicorak masing-masing pereode jaman kepada
generasi muda melaluipendidikan, secara khusus melalui interaksi sosial.
Dengandemikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.Dalam
pengertian tersebut, pendidikan sudah dimulai semenjakseorang individu pertama
kali berinteraksi dengan lingkunganeksternal di luar dirinya, yakni keluarga.
Selain itu, dimensi
sejarah juga berbicara serupa. Ratusantahun silam pendidikan berjalan
beriringan dengan struktur dankebutuhan sosial masyarakat setempat. Bagi
masyarakat sederhanayang belum mengenal tulisan maka para pemuda
memperolehtranformasi pengetahuan lewat media komunikasi lisan yangberbentuk
dongeng, cerita-cerita dari orang tua mereka. Selain itu,pada siang hari
pemuda-pemuda ini harus selalu sigap dantanggap mempelajari, mencermati dan
belajar mengaplikasikanteknik-teknik mencari nafkah yang dikembangkan oleh para
orangtua baik itu menangkap ikan, memanah, beternak, berburu dansebagainya.
Dalam cerita-cerita lisanitu tersirat pula adat dan agama, cara bekerja dan
cara bersosialisasiyang berkembang di masyarakatnya. Tidak mengherankanapabila
cerita yang sudah turun temurun diwariskan itudianggap sebagai sesuatu yang
bernilai suci. Sejarah, adat istiadat, norma-norma bahkan cara menangkap ikan
atau berburu tidakhanya dipandang sebagai hasil pekerjaan manusia semata,
tetapimemiliki makna sakral yang patut disyukuri dengan beberapapersembahan
serta upacara-upacara ritual.
Begitulah perjalanan
pendidikan anak manusia telah berlangsungorganis sesuai dengan iklim sosialnya.
Sedangkan keperluankhusus untuk mendirikan sebuah lingkungan perguruan
yangmapan dimulai ketika bangsawan-bangsawan feodal
membutuhkanprajurit-prajurit serta punggawa kerajaan yang tangguh demimempertahankan
harta kekayaan milik sang raja. Mereka secarakhusus dididik dalam lingkungan
tersendiri agar memilikikecakapan dan keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan
sistemsosial masyarakat aristokrasi-feodal. Mereka-mereka ini menjadiujung
tombak pelaksana kekuasaan kerajaan di hadapan ribuanrakyat jelata yang memang
dibikin bodoh. Melihat situasidemikian, wajar apabila jaman ini predikat
golongan terdidikhanya bisa dimiliki oleh sanak saudara sang raja serta
kaum-kaumagamawan yang telah memperkuat hegemoni kekuasaannya.
Namun seiring dengan
bertambahnya umur bumi ini makakisah pergulatan karakter masyarakat tersebut
mulai bergeserselaras dengan kecenderungan spirit jaman yang sudah
berubah.Bagaimanapun juga penderitaan rakyat yang menjadi bahan bakarperputaran
gerigi kehidupan feodal telah mencapai titik klimaksnya.Kekuasaan para raja
yang bersenyawa dengan kekuatan gerejasecara perlahan-lahan mulai runtuh.
Dimulai dengan penentangansejumlah ilmuwan yang mampu membuktikan
kesalahandogma-dogma teologis tentang hukum alam. Berbagai peristiwalain juga
memiliki andil besar dalam menentukan lahirnyasemangat jaman yang semakin
konsekuen menghargai arti kebebasan,baik itu reformasi gereja oleh Martin
Luther King, revolusisosial di beberapa tempat yang secara simbolis telah
dipresentasikanoleh gelora heroisme revolusi Perancis pada sekitar
pertengahanabad ke-18, serta meningkatnya hasil pemikiran-pemikiranilmiah para
ilmuwan humanis yang mampu diterjemahkandengan penciptaan teknik-teknik
peralatan industri.Praktis kecenderungan fakta sosial demikian secara perlahan-lahanmampu
mengubah inti kebijakan masyarakat yang berhubungandengan pengajaran. Selain
karena meluapnya industri-industrimanufaktur, pengaruh penerapan demokrasi,
ditemukannyabeberapa wilayah baru yang bisa dieksploitasi kekayaan alamnyaserta
peningkatan diferensiasi struktural maka masyarakatEropa Barat harus bisa
menyediakan kelompok manusia dalamjumlah massal yang memiliki kemampuan teknis
untuk menjalankanlahan-lahan pekerjaan baru yang begitu kompleks dan
cukuprumit. Oleh sebab itulah beberapa wilayah Eropa Barat mulaimenerapkan
sistem pendidikan modern yang memanfaatkanmekanisme organisasi formal dalam
mengelola proses pendidikannya.Itulah cuplikan kecil argumentasi sederhana
tentang renik-renikkarakter fungsi pendidikan di masyarakat.
Melihat
alurperkembangannya, maka berbagai jenis konfigurasi pendidikan diatas sesuai
dengan konsep yang diutarakan oleh RandallCollins, tentang tiga tipe
dasarpendidikan yang hadir di seluruh dunia, yakni:Pertama, jenis pendidikan keterampilan dan praktis, yakni
pendidikanyang dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilanmaupun kemampuan
teknis tertentu agar dapat diaplikasikankepada bentuk mata pencaharian
masyarakat. Jenispendidikan ini dominan di dalam masyarakat yang masihsederhana
baik itu berburu dan meramu, nelayan atau jugamasyarakat agraris awal.Kedua,Pendidikan kelompok status, yaitu
pengajaran yang diupayakanuntuk mempertahankan prestise, simbol serta
hak-hakistimewa (privilige) kelompok elit dalam masyarakat yangmemiliki
pelapisan sosial. Pada umumnya pendidikan inidirancang bukan untuk digunakan
dalam pengertian teknisdan sering diserahkan kepada pengetahuan dan
diskusibadan-badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luastelah dijumpai
dalam masyarakat-masyarakat agraris danindustri. Ketiga, tipe pendidikan birokratis yang diciptakan oleh
pemerintahanuntuk melayani kepentingan kualifikasi pekerjaan yang
berhubungandengan pemerintahan serta berguna pula sebagaisarana sosiolisasi
politik dari model pemerintahan kepadamasyarakat awam. Tipe pendidikan ini pada
umumnya memberipenekanan pada ujian, syarat kehadiran, peringkat danderajat.10
Demikianlah tipe-tipe
pendidikan tersebut telah mewarnai corak kehidupan masyarakat. Pada dasarnya
ketiga jenis pendidikan di atas selalu hadir dalam setiap masyarakat hanya saja
prosentasi penerapan salah satu karakter pendidikan berbanding searah dengan
model masyarakat yang terbentuk. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula
ternyata gelombang sejarah dunia juga menentukan model konfigurasi masyarakat
dunia secara global dan hal ini juga memiliki pengaruh bagi iklim pendidikan.
Dalam konteks sosial,
pendidikan juga memiliki fungsi, peran dan kiprah lain yang berkorelasi dengan
kekuatan-kekuatan kolektif yang sudah mapan. Tidak hanya puas dalam kondisi demikian
pendidikan juga memberikan andil menterjemahkan nilai-nilai baru yang tumbuh
akibat proses pergulatan sejarah dalam wujud emansipasi integrasi dengan sistem
dan struktur sosialnya. Sehingga dengan begitu masyarakat tidak pernah kering
dari dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan makalah di atas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Mayarakat
adalah suatu
kelompok yang sama identifikasinya meliputi unit biofisik para individu,
bertempat tinggal pada suatu geografis tertentu, selama pereode tertentu pula,
teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan
bagi hidup bersama.
2. Para
ahli berbeda pendapat tentang proses terbentuknya masyarakat. Plato berkeyakinan
bahwa masyarakat terbentuk secara kodrati. Sedangkan kaum sofis berargumen bahwa masyarakat
merupakan bentukan manusia. Pandangan Plato lebih bersifat metafisik dan
mengawang, sedang kaum sofis ilmiah-rasional. Dalam hal ini, pembahasan
mengenai sejarah terbentuknya masyarakat lebih dititikberatkan pada pandangan
kaum sofis mengingat sifatnya yang ilmiah-rasional. Pandangan kaum sofis ini
didukung oleh Kimmel and Aronson yang mengemukakan bahwa masyarakat tidak
sekonyong-konyong ada. Masyarakat sengaja diciptakan baik melalui metode
bottom-up maupun up-to-bottom.
3. Hubungan
antara masyarakat dan pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai proses
transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan danaspek-aspek kelakuan
lainnya kepada generasi muda secara keseluruhan dilakukan sepenuhnya oleh
kekuatan-kekuatanmasyarakat. Di sisi lain pendidikan memiliki fungsi, peran dan
kiprah yang berkorelasi dengan kekuatan-kekuatan masyarakat.Pendidikan juga memberikan
andil menerjemahkan nilai-nilai baru yang tumbuh akibat proses pergulatan
sejarah dalam wujud emansipasi integrasi dengan sistem dan struktur sosial
masyarakat, sehingga dengan demikian masyarakat tidak pernah kering dari
dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.
1Sidi
Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), h. 11.
2Gordon
Marshall, A Dictionary of Sociology, (New York: Oxford University
Press, 1998), h. 628.
3Dalam:http://mbahduan.blogspot.com/2012/04/makalah-terbentuknya
masyarakat_01.html, diakses, 19 Juni 2012.
4Dalam:http://mbahduan.blogspot.com/2012/04/makalah-proses-terbentuknya-masyarakat.html, diakses, 19 Juni 2012.
5Dalam:http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_15.html, diakses, 19 Juni 2012.
6Richard
Harker (et al.), (Habitus X Modal) + Ranah = Praktek, (Yogyakarta:
Jalasutra, 2005), h. xv.
7Sidi
Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), h. 11.
9Dalam:http://mbahduan.blogspot.com/2012/04/makalah-proses-terben
tuknya-masyarakat.html, diakses, 19 Juni 2012.
10Dalam:http://mbahduan.blogspot.com/2012/04/makalah-proses-terben
tuknya-masyarakat.html, diakses, 19 Juni 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar ya...